BAP3MI Lidik Pro Berbincang Langsung Dengan PMI di Ladang Serawak, Ini Yang Ditemukannya

2 min read

Bap3Mi dengan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia

Personil Badan Advokasi Pendampingan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BAP3MI) LIDIK PRO masih sedang berada di Serawak Malaysia, Pada Rabu (08/11/2023) sore, mereka menemui dan berbincang langsung dengan para Pekerja Migran di Ladang Woodman Kuala Baram estet SDN BHD Miri Sarawak.

Salah satu personil BAP3MI yang turut serta dalam perbicangan itu, Aswar Anas Nurdin mengungkapkan, tidak sedikit Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sedang bekerja di Malaysia tidak terjamin oleh pemerintah negara Indonesia lantaran mekanisme penempatan yang salah dari awal dan bahkan bisa dikatakan sebagai orang yang hilang.

“Misalnya saja, mereka berangkat tanpa sepengetahuan Kepala desa, datang pengurus langsung mengurus paspor pelancong ( wisata ) kemudian bersama-sama berangkat ke Malaysia dan menjadi Pekerja di Ladang dengan permit dari perusahaan di Ladang tanpa diketahui pihak pemerintah Indonesia seperti BP2MI atau dinas Ketenagakerjaan, jadi bisa dikatakan sebagai orang hilang di Indonesia”, jelas Aswar.

Hasil bincang-bincang langsung dengan beberapa PMI, Penempatan mereka beraneka ragam.

Ada yang melalui Perusahaan Penempatan, Jalur Mandiri hingga penempatan unprosedural,”lanjut Aswar yang juga CALEG PAN nomor urut 5 dapil 3 Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan ini.

Kebijakan Permit Kerja di Malaysia

Permit Kerja (Malaysia Employment Pass) adalah kebijakan yang mengizinkan warga negara asing, termasuk warga negara Indonesia, untuk bekerja dan tinggal di Malaysia secara legal.

Kebijakan ini dirancang untuk menarik pekerja asing yang terampil untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi negara.

Tergantung pada tujuan dan keterampilan pekerja asing, Malaysia mengeluarkan permit kerja, permit kerja sementara, dan izin kunjungan profesional.

Bagaimanapun, perusahaan yang mempekerjakan harus mengajukan permohonan untuk pekerja asing. Permohonan tersebut kemudian akan ditinjau oleh lembaga pemerintah terkait dan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja di dalam negeri

Permit Kerja Tidak Dipegang Pekerja Migran Indonesia

Cerita salah satu PMI di salah satu Ladang di Serawak, Ia mengungkapkan bahwa permit kerja tidak dipegang sebagai dokumen.

Salah satu PMI bernama Nisma Amiruddin dalam obrolan BAP2MI mengungkapkan beberapa kendalanya mulai penempatan hingga bekerja di ladang sawit.

“Saya bekerja sebagai pekerja ladang sawit, masuk bekerja sebagai TKI melalui PT, dan masuk kedua kali secara perseorangan atau mandiri. Hanya saja Permit tidak dipegang jadi sulit membuktikan diri sebagai pekerja migran terhadap petugas,”ungkapnya.

Selain itu, Anak-anak PMI juga tidak mengeyam pendidikan karena pada umumnya tidak ada sarana dan prasaran sekolah.

Lebih lanjut, mereka mengungkapkan bahwa kendala pernikahan dan perkawinan juga menjadi masalah terutama untuk mendapatkan dokumen seperti buku nikah dari KUA dan catatan kelahiran atau akta lahir dari catatan sipil di daerah asal masing-masing di Indonesia semakin menambah kesulitan bagi para pekerja, dan jikapun anak ditinggal dikampung untuk bersekolah juga tak membuat kami selaku orang tua bisa tenang bekerja disini ungkap Ibu Nisma.

Ketua BAP3MI : Nasib PMI di Ladang Butuh Perhatian Khusus

Ketua BAP3MI LIDIK PRO Samsir Niko Zoni yang turut langsung berbincang dengan para Pekerja Migran merasa sangat prihatin dan merasa miris menyaksikan kondisi yang dialami oleh para Pekerja Migran Indonesia dari beragam kendala yang menjadi masalah bagi PMI di ladang sawit.

Dari perbincangan Zoni di ladang yang berbeda sehari sebelumnya bersama seorang Ibu guru pengajar anak-anak pekerja ladang yang bernama Dina mengungkapkan bahwa diladang tempat kedua orang tuanya bekerja diladang sawit, sedang dirinya yang di tempatkan sebagai tenaga pengajar, dan pihak ladang memberi fasilitas bangunan satu ruang kelas belajar tempatnya mengajar masih kurang memadai dengan tenaga pengajar hanya dari seorang perempuan dengan jumlah murid 22 Terdiri dari usia PAUD/TK 9 orang anak dan SD 13 orang anak digabung dalam satu Kelas.

Fasilitas pengadaan buku kurikulum belum ada, alat tulis menulis, termasuk laptop, printer, dan juga kertas dan lain2 masih belum ada pengadaan.

Kendala yang dialami oleh guru pengajarnya Ibu “St. Dina Oktayanti” yang berstatus guru pamong ini adalah soal membagi waktu dari mengajar anak-anak yg baru diajar membaca, dan juga bagi anak-anak yang tingkatan Sekolah Dasar.

Guru pamong diangkat melalui guru bina di kabupaten tersebut atau yang memiliki otoritas merupakan kesyukuran tersendiri bagi Bu Dina ungkapnya.

Anak PMI di Ladang Berusia 14 Tahun Namun Belum Sekolah

Dalam sesi perbincangn bersama Tim BAP3MI, terdapat hal info menarik yakni adanya anak yang lahir di Serawak yang kini sudah berusia 14 tahun namun tidak mendapatkan pendidikan formal disebabkan orang tuanya tidak memiliki dokumen catatan sipil di Indonesia yakni dokumen buku nikah dan akta kelahiran.

Kendala inilah yang mengakibatkan banyak anak yang kehilangan hak atas pendidikan dan hal ini di sinyalir berjumlah sangat banyak anak WNI yang mengalami kondisi serupa.
Harapan Ibu Dina semoga negara bisa hadir untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak Warga Negara Indonesia di Sarawa. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *